UA-72643545-1

Photo

Sunday 30 May 2010

Sedang (ber)Senandung Sedih


Setetes Air yg bisa menyejukan hati

Terguncang dan Mengkoyak Mudah2an menjadi akan indah kegundahan dan kekoyakan tersebut nantinya.

Seperti yg pernah saya sampaikan, bahwa buat saya fotografi sudah menjadi bagian dari jiwa. Susah senang saya, diusahakan selalu untuk mencoba berkarya, walau entah karya itu berkenan atau tidak. Tapi saya mencoba menggambarkan rasa senang atau sedih saya dalam sebuah foto. Setidaknya, luapan sebuah emosi saya sampaikan dalam sebuah foto.


Saat mengambil foto ini, jujur hati saya sedang gundah. Layaknya sebuah air yang tenang, tiba2 terpercik oleh sesuatu yang berakibat adanya guncangan dan mengkoyak ketenangan itu sendiri. Namun guncangan dan koyakan tersebut kadang bisa indah kadang sebaliknya. Jika melihat percikan air ini saya berharap akan indah. Seindah bentuk dari hasil percikan itu sendiri. Dan saya ingin, di kala gundah saya berharap ada tetesan air yang mungkin bisa menyejukan hati saya. Jatuh secara pelan namun tidak mengguncang dan mengkoyak. Dan saya berharap, suatu ketika ini terjadi pada diri anda, tetap lah tegar dan tetaplah berharap, bahwa ada yang akan lebih baik dengan adanya guncangan dan koyakan ini.

Monday 24 May 2010

Sekedar Berbagi Pengalaman


Belum lama ini saya melakukan sebuah pemotretan untuk keperluan majalah. Entah bagaimana, saya suka sekali dengan melakukan setting lampu seperti ini. Dimana ada cahaya dibelakang model, memang terkesan ektrim, karena cahaya yg berasal dari slave master di bagian belakang sengaja saya tonjolkan. Selain, timbul semburat cahaya juga lebih mendramatisir karakter si Model. Pasti disetiap memotret saya selalu melakukan hal ini, padahal hasil foto belum tentu digunakan. Selalu saya simpan, dan saya perhatikan baik2 dimana letak kekurangannya. Kapan waktu saya coba kembali. Manusia hidup selalu dengan dua sisi, ada sisi negatif dan positif. Saya mencoba selalu menampilkan keduanya. Tidak ada manusia yg sempurna. Pasti ada sisi hitam dan putihnya. dan saya mencoba untuk menggambarkan hal itu. Siapapun anda, percayalah, yg hitam tidak akan selamanya hitam, yang putih mudah2an bisa bertahan dengan putihnya.

Thursday 6 May 2010

Parade Hasil Foto (Bag. Pertama)

Ket Foto : Pemandangan si Selatan Jakarta



Ket Foto : Jalan Thamrin di Malam Hari

Ket Foto : Anjungan di P. Rambut


Ket Foto : Parade Model

Ket Foto : Saat Anggun , Tony Braxton, Jason M'raz manggung di Jakarta




Jika ada yang bertanya, sebenarnya lebih fokus kemana fotografi saya. Pertanyaan yang sulit saya jawab. Dulu waktu masa pembelajaran, saya memotret apa saja yang saya suka. Wanita, Potrait, Landscape, Satwa, Still Life, bahkan Wedding dan dokumentasi acara. Saya pelajari semua. Sulit untuk memilih. Sementara hingga sampai saat ini saya pun masih memotret apa saja karena sesuai dengan tugas sebagai seorang Jurnalis Foto. Sepertinya saya dituntut untuk bisa motret apa saja. Apalagi sewaktu saya bergabung di Majalah Audio Pro dan Audio Video, antara foto Potrait, Panggung dan Produk seolah menjadi keseharian memotret saya. Ada penambahan 'jabatan' saat itu, Fotografer Panggung dan Fotografer Musisi. Nama-nama musisi dalam dan luar negeri seperti Ahmad Dhani, Fariz RM, Gilang Ramadhan, Andy Ayunir, Wong Aksan, Yovie Widianto, Jhon Myung (Dream Theater), Paul Gillbert (Mr. Big), Rick Wackman dan beberapa musisi lain, adalah nama yang pernah saya potret untuk pemotretan cover majalah. Bahkan foto keluarga nya Mas Fariz RM yang notabene adalah hasil foto saya, dijadikan insert cover di Album nya Dekade Fariz RM (sesuatu yang bisa membuat saya banggakan, hingga sekarang). Dan pengalaman yang tak pernah terlupa, ketika harus memotret Ahmad Dhani, saat itu konsep awal adalah Mas Dhani sebagai seorang pemain keyboard (sesuai dengan alat musik yang dipegangnya di Dewa), namun tak sangka, saat pemotretan akan berlangsung, saya utarakan konsep saya, Mas Dhani menolak dan mengatakan bahwa dirinya di Dewa adalah Produser. Waaah....pikiran serasa blank, namun saya usahakan secepat mungkin mendapat ide untuk memenuhi keinginannya. Akhirnya pemotretan berlangsung lancar. Dan dari sanalah saya sedikitnya mengetahui pemikiran dan gagasan2 seorang Ahmad Dhani.


Foto Panggung

Menjalani profesi fotografer yang dituntut bisa memotret apa saja, tidaklah membuat saya harus meratapi nasib. Tapi justru disitulah saya mempelajari banyak hal baik itu fotografi dan diluar fotografi. Foto Panggung adalah salah satunya, saya lupa group atau acara musik apa yang pertama kali saya potret. Saat ditahun 2000, Group Musik seperti Slank, Jamrud, Dewa, Padi, Sheila on 7, Gigi, The Fly, Naif, /Rif adalah group band papan atas saat itu, dan saya bersyukur sempat memotret konser mereka. Yang saya ingat dan paling berkesan adalah saat memotret group Scorpion sewaktu manggung di Bandung, lalu Group Vokal Westlife yang manggung di Jakarta. Dan di Foto Panggung ini saya mendapatkan banyak pelajaran, bagaimana beratnya perjuangan seorang fans yang menonton penyanyi pujaannya. Tergencet, terinjak, bahkan terjatuh dan pingsan adalah hal biasa yang sering saya saksikan bila berada di dekat penggung. Dan pengalaman yang paling menggelikan adalah ketika saya memotret konser /Rif, berbekal kamera analog Nikon FM2 dan satu-satunya fotografer yang bisa naik panggung (yang lainnya dibawah) bahkan Maggi sang drummer group band tersebut hanya berjarak 3m dari posisi saya. Bebas sebebasnya saya mengambil moment yang ada. Setelah merasa cukup, saya turun dari panggung, dan langsung menuju redaksi. Sampai di redaksi, badan seketika lemas, karena begitu mengeluarkan kamera dan ingin menggulung film (masih pakai film negatif), ternyata gulungan berputar ringan ! Ya Tuhan.......ternyata film yang saya gunakan tadi tidak tergulung. Dan shutter yang saya tekan dari tadi saat dipanggung adalah shutter kosong alias film tidak nyangkut ! Pasrah, merasa diri paling bodoh, lucu, bercampur jadi satu.



Nah foto-foto yang saya tampilkan mungkin tak ada hubungannya dengan cerita diatas. Tapi setidaknya, foto-foto inilah bisa menggambarkan perjalanan panjang saya dalam memotret dan harus bisa memotret apa saja.


Baca Juga :


Senandung Memotret Dengan Kecepatan Rendah
Memotret Tetes Air dengan lensa kits
Memotret Buah Jatuh Ke Air
Senandung Memotret Wayang Orang (Tips dan Trik)
Senandung Memotret Ekspresi Anak
Memotret Ekspresi di Panggung Musik
Senandung Foto Efek Rim Light (Tips Memotret Model )

Tuesday 4 May 2010

Ketika Memotret itu Tiba (Bag. Ketiga-Habis)









Ket: Foto : Alit

Model : Maia Novie














Setting Lampu


Menunggu MUA memoles wajah Model saya lihat lagi kondisi lokasi pemotretan dan langsung mensetting lampu. Seperti diutarakan diatas dengan lampu-lampu tersebut, saya setting secara sederhana tidak terlalu njlimet. Dengan pola lampu utama (300 Ws) yang saya balut dengan softbox dan di posisikan di depan model, saya mulai mengetes eksposure dengan satu lampu terlebih dahulu. Karena selain model yang saya potret, ada juga produk yang menjadi pendampingnya, diagframa selalu saya stel pad f:8, ini memungkinkan agar background tidak terlalu blur. Setelah itu, saya akan memanggil rekan untuk bisa berdiri di dekat lampu (yang nantinya menjadi posisi model), setelah mengambil beberapa frame, barulah saya menentukan untuk penambahan lampu berikut serta penempatannya. Mungkin pembaca ada yang bertanya, apakah saya menggunakan kru disetiap pemotretan ? Jawabannya tidak ! mulai dari angkat , pasang sampai setting lampu saya lakukan sendiri. Hal ini sebenarnya bukanlah hal yang aneh. Walau tidak disetiap pemotretan saya lakukan hal tersebut. Tapi semua saya lakukan dengan senang hati. Karena yang terpenting buat saya adalah support mereka (teman2 satu tim) merupakan bantuan yang tak terhingga.


Sesi Demi Sesi

Begitu MUA menyelesaikan tugasnya, dia akan mengantar model ke hadapan saya. Saya perhatikan polesan hasil MUA, lalu saya foto close up hingga bagian pipi, mata , alis, sampai bibir terlihat jelas. Diskusikan dengan MUA , jika memang saya merasa ada yang janggal atau terlalu tebal make up nya. Jika memang tak ada yang perlu di rubah, selanjutnya tes lampu kembali, dengan cara si model berdiri di posisi yang ditentukan. Setelah dirasa cukup. Saya akan sedikit mengingatkan kepada model hal-hal yang pernah dibicarakan dan saya katakan ke model “Inilah saat nya buat kamu, untuk menunjukan yang terbaik”. Istilahnya memberi support buat si Model. Setelah itu saya briefing mengenai produk pendamping, dan pose yang saya inginkan. Dan akhirnya pemotretan itu berlangsung sesi demi sesi, instruksi, pose, serta diskusi ‘dadakan’ dengan model menjadi warna tersendiri di setiap pemotretan ini. Saya fokuskan pikiran dan hati saya untuk membuat foto yang bisa dimengerti orang, dalam artian pesan yang saya sampaikan bisa diterima oleh yang melihat. Dalam pemotretan ini saya tak selalu berpatokan dengan satu eksposure (f;8) sesuai dengan setting awal , begitu ada beberapa foto yang dirasa cukup bagus dan sesuai, maka tak segan saya akan segera mengubah berbagai eksposure . Bahkan tak segan merubah setting lampu seketika untuk mendapatkan passion yang berbeda. Sedikit catatan, hal yang paling kurang berkenan adalah ketika beberapa pose yang menurut saya sudah bagus dan saya sudah memberi aba-aba “frezze” ke si Model, namun si model malah bergerak merubah pose nya dalam hitungan detik, padahal shutter sedang saya tekan. Ini kadang memberi efek psikologis tersendiri buat saya.

Sunday 2 May 2010

Ketika Memotret itu Tiba (Bag. Kedua)

Ket Gambar : Foto : Alit
Model : Christina J. Lumley

Ket Foto : Foto Alit
Model : Aliya S


Persiapan Pemotretan Cover
Kelar dengan urusan Model, langkah berikutnya adalah mempersiapkan berbagai keperluan untuk pemotretan. Seperti penentuan lokasi, produk utama yang bakal dipotret bareng model, lalu produk-produk lain yang akan mengisi inside cover. Biasanya dalam pemotretan saya selalu membagi lima sesi, dengan perincian satu cover utama, satu cover story, tiga inside cover. Kesemuanya saya persiapkan yang tentunya masing-masing sesi akan berbeda dari setiap foto yang saya buat.

Konsep
Kelar dengan langkah diatas, saya persiapkan konsep sesuai dengan apa yang ingin ditampilkan pada edisi yang bakal (majalah) edar. Saya bicarakan secara gamblang dengan manajemen. Namun kadang saya juga merasa lucu dengan keadaan ini. Kadang konsep yang dibuat justru jauh dari apa yang saya inginkan begitu tiba di lapangan. Padahal sebenarnya masalah lokasi disurvey terlebih dahulu. Namun saya selalu berusaha tidak keluar dari konsep.

Wadrobe & Make Up
Betapa pentingnya para designer baju buat saya. Karena baju yang akan dipakai berimbas dari apa yang telah di konsepkan. Walau kadang saya agak kesulitan mendapatkan nama-nama designer yang akan meminjamkan baju, namun saya sangat bersyukur, karena mereka selalu welcome untuk meminjamkan baju-bajunya. Pun jika masalah ini tak terpecahkan, saya biasanya akan membicarakan dengan model (biasanya saya bicarakan terlebih dahulu diawal wawancara), apakah ia mempunyai stock pakaian yang memadai dan sesuai konsep pemotretan. Wadrobe sudah terpenuhi, tinggal menentukan siapa Make Up Artis (MUA) yang bakal bekerja memoles wajah model. Dan saya utarakan keinginan saya jenis make up yang sesuai dengan konsep pemotretan. Dalam hal make up, saya ingin selalu menampilkan kesan natural pada wajah model. Dengan polesan yang natural, buat saya nantinya akan berpengaruh pada setting lampu. Jadi betapa pentingnya dua posisi tersebut buat saya. Tanpa mereka tidak akan pernah ada pemotretan yang bisa berjalan sesuai rencana. Ini pernah saya alami, ketika salah satu dari mereka tidak bisa hadir (make up artis), padahal waktu memotret sudah ditentukan. Uhh….sungguh beban yang berat.

Ketika Memotret itu Tiba
Inilah peristiwa yang selalu saya nanti, diri seolah merasa tidak sabar untuk segera menuangkan konsep dan ide yang telah dibuat. Bahkan malam sebelumnya saya selalu membaca konsep berkali-kali. Dan tak henti selalu melihat kembali berbagai contoh-contoh foto baik itu di internet dan majalah hasil karya para fotografer lain. Yang saya lihat dari mereka adalah hal penataan cahaya dan pose. Yang mungkin bisa disesuaikan dengan konsep saya. Tiba di lokasi, satu jam sebelumnya saya akan men setting lampu. Jujur, saya mungkin termasuk fotografer apa adanya, dalam artian tidak terlalu banyak lampu yang saya gunakan. Maksimal hanya tiga buah. Bermodalkan lampu berkekuatan 180 watt dan 300 watt dan juga dua slave , rasanya cukup buat saya. Payung dan softbox, serta snoot (alat ini saya buat sendiri dari karton hitam) adalah alat pendukung yang selalu saya gunakan.

Foto & Teks : Alit